Kamis, 27 Oktober 2011

skripsi PAI usaha pembinaan kepribadian muslim pada anak di Desa


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan batu bata pertama bagi pembinaan setiap masyarakat. Ia adalah langkah pertama untuk membina seseorang.Karena itulah, manhaj pendidikan moral dalam islam harus dimulai sejak dini sekali.Pada dasarnya, ia merupakan asas yang dipertimbangkan bagi pembinaan keluarga yang kokoh dan harmonis.Sesungguhnya pendidikan moral inilah yang menjamin terwujudnya keluarga islam yang kuat, yang penuh warna rasa cinta dan menjamin terbentuknya seorang manusia yang sehat tubuh akal dan jiwanya  [1]
        
          1                    
 
Keluarga juga merupakan satuan terkecil dari kehidupan bermasyarakat, yang merupakan suatu organisasi bio-psiko-sosial (jiwa, raga dan sosial), dimana para anggota keluarganya hidup dalam aturan-aturan tertentu yang kekhasannya ditandai dari kepribadian masing-masing individu terutama figur ayah atau suami dan ibu atau istri ( orang tua). Selain keluarga, perkembangan jiwa (kepribadian) tergantung pada hubungan pada ayah dan ibunya. Hubungan ini ditentukan oleh kepribadian masing-masing. Berbagai perilaku menyimpang dari anak (misalnya kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan lain-lain) mempunyai kaitan dengan sistem keluarga yang mencerminkan adanya kelainan psikopatologi (kelainan kejiwaan) dari salah satu anggota keluarga.
Hal tersebut di atas, menunjukkan bahwa masalah pembinaan kepribadian muslim pada anak dalam keluarga tidak lepas dari masalah keluarga yang berperan sebagai pembina.
Anak merupakan rahmat dari Allah SWT, kepada orang tuanya yang harus disyukuri, dididik dan dibina agar menjadi orang yang baik, berkepribadian yang kuat dan berakhlak terpuji, merupakan keinginan setiap keluarga terutama orang tua dan semua guru. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits Nabi yang berbunyi sebagai berikut:

ما من مولود الا يولد على الفطرة فابواه يهوّدانه اوينصّرانه او يمجسانه              (رواهمسلم)

Tidak seorang anak dilahirkan kecuali dalam keadaan suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi atau Nashrani atau Majusi” (HR. Muslim).[2]
Dalam usaha pembinaan kepribadian muslim pada anak perlu adanya pengenalan terhadap agama secara ketat terhadap diri anak, agar anak mempunyai pribadi yang baik yang sesuai dengan agama, yang semua itu dapat dimulai dengan mendidik anak pada waktu masih kecil melalui pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya bersama keluarganya yang berperan sebagai pendidik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Zakiyah Daradjat dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama bahwa, “Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun”.[3]
Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan informalpun sangat diperlukan dalam membina kepribadian anak terutama pribadi muslim. Karena pendidikan tersebut dilakukan dalam keluarga, maka orang tualah yang bertanggung jawab dalam membina kepribadian muslim pada anak itu.
Karena membina adalah mengusahakan supaya lebih baik,[4] untuk itu para pembina (orang tua, guru dan keluarga) harus mencari cara yang tepat untuk melaksanakan aktifitas tersebut. Oleh karena keluarga khususnya orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam membina kepribadian anaknya dan mempunyai kedudukan sebagai pembina pribadi yang pertama dan utama dalam kehidupan anaknya, maka kepribadian orang tua seperti sikap dan cara hidup mereka itu merupakan unsur-unsur pendidikan secara tidak langsung akan tumbuh dan berkembang dalam diri anak baik dari segi jasmani maupun rohani.
Sedangkan seorang anak akan menjadi baik ataukah justru menjadi beban dalam masyarakat, sebagian besar merupakan refleksi dari pendidikan yang didapatkannya  dalam  keluarga.   Orang  tua  dalam    keluarga  apabila dapat berperan semaksimal mungkin maka akan dapat melahirkan generasi penerus yang lebih dari pada generasi kita pada saat ini.
Pada jaman sekarang ini perubahan dan perkembangan nampak begitu cepat berlangsung dalam semua sektor kehidupan. Terutama yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, selain berdampak positif di sisi  lain juga berdampak negatif yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan akan menjadi masalah yang dihadapi keluarga saat ini. Antara lain, berkurangnya peran dan fungsi keluarga dalam membina, membimbing dan mengontrol, sehingga anak kurang terbimbing, terbina dan terawasi yang mungkin akan menyebabkan potensi anak menjadi lamban khususnya dalam hal belajar.
Mencermati pengertian tersebut di atas, maka dapat dipahami masih ada tirai yang menutupi antara kenyataan dan harapan mengenai perana keluarga dalam usaha membina kepribadian muslim pada anak. Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang peran keluarga dalam usaha pembinaan kepribadian muslim pada anak di Desa


[1] Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh,Psikologi Anak dan Remaja Muslim.Pustaka Al-Kautsar hal 91
[2] Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz II, Syarikat ‘Alawi, Surabaya, tt., hal. 458..
[3]Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,  PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1991, hal. 74.
[4]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1996, hal. 134.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar