Rabu, 26 Oktober 2011

KISAH LANTAI PUALAM

Alkisah terdapat sebuah museum yang lantainya terbuat dari batu pualam
yang
indah.
Di tengah-tengah ruangan museum itu dipajang sebuah patung pualam pula
yang
sangat besar.
Banyak orang datang dari seluruh dunia mengagumi keindahan patung
pualam
itu.
Suatu malam, lantai pualam itu berkata pada patung pualam.
Lantai Pualam: "Wahai patung pualam, hidup ini sungguh tidak adil.
Benar-benar tidak adil! Mengapa orang-orang dari seluruh dunia datang
kemari untuk menginjak-injak diriku tetapi mereka mengagumimu?
Benar-benar
tidak adil!"
Patung Pualam : "Oh temanku, lantai pualam yang baik.
Masih ingatkah kau bahwa kita ini sesungguhnya berasal dari gunung batu
yang sama?"
Lantai Pualam: "Tentu saja, justru itulah mengapa aku semakin merasakan
ketidakadilan itu. Kita berasal dari gunung batu yang sama, tetapi
sekarang
kita menerima perlakuan yang berbeda. Benar-benar tidak adil!"
Patung Pualam "Lalu apakah kau masih ingat ketika suatu hari seorang
pemahat datang dan berusaha memahat dirimu, tetapi kau malah menolak
dan
merusakkan peralatan pahatnya?"
Lantai Pualam: "Ya, tentu saja aku masih ingat. Aku sangat benci
pemahat
itu.
Bagaimana ia begitu tega menggunakan pahatnya untuk melukai diriku.
Rasanya sakit sekali!"
Patung Pualam "Kau benar! Pemahat itu tidak bisa mengukir dirimu sama
sekali karena kau menolaknya."
Lantai Pualam: "Lalu?"
Patung Pualam "Ketika ia memutuskan untuk tidak meneruskan pekerjaannya
pada dirimu, lalu ia berusaha untuk memahat tubuhku.
Saat itu aku tahu melalui hasil karyanya aku akan menjadi sesuatu yang
benar-benar berbeda.
Aku tidak menolak peralatan pahatnya membentuk tubuhku. Aku berusaha
untuk
menahan rasa sakit yang luar biasa.
Lantai Pualam: "Mmmmmm...."
Patung Pualam "Kawanku, ini adalah harga yang harus kita bayar pada
segala sesuatu dalam hidup ini.
Saat kau memutuskan untuk menyerah, kau tak boleh menyalahkan
siapa-siapa
atas apa yang terjadi pada dirimu sekarang."

(2). HADIAH  DARI SEORANG WANITA BERPAKAIAN PUTIH
Jim Castle lelah  ketika ia memasuki pesawat di Cincinati malam hari di
tahun 1981.
Konsultan manajemen yang berusia 45 tahun itu baru saja menyelesaikan
perjalanan lokakarya sepanjang minggu.
Dan akhirnya  ia dengan rasa syukur duduk di tempat duduknya, siap
untuk
terbang pulang ke Kansas City.
Para  penumpang berdatangan dan pesawat berdengung
dengan pembicaraan-pembicaraan bercampur dengan suara tas dimasukkan. 
Lalu tiba-tiba semua diam. Kesunyian merambat di sepanjang  gang.
Jim mendongak kepalanya untuk melihat apa yang  terjadi dan mulutnya
seketika ternganga.
Yang berjalan  masuk di gang pesawat adalah 2 orang suster, biarawati
katolik, berpakaian putih dengan
pinggiran biru khas.
Ia mengenali wajah yang terkenal dari salah seorang suster itu, wajah
dengan kulit keriput, mata yang penuh perhatian dan hangat. 
Wajah ini dia pernah lihat di halaman depan majalah 'Time', 2  suster
tadi
berhenti di sampingnya dan Jim baru  menyadari bahwa teman
seperjalanannya
adalah Mother Theresa.
Setelah beberapa penumpang terakhir masuk, Mother Theresa (Ibu Theresa)
dan
temannya mengeluarkan untaian  rosario  ..... di mana di setiap
perpuluhan
butir rosario  itu berwarna berlainan.
Jim memperhatikan, belakangan ia  baru tahu bahwa tiap perpuluhan butir
tersebut mewakili  berbagai bagian dari dunia, begitu Mother Theresa
menceritakan pada  Jim dan  menambahkan
" Aku berdoa bagi mereka yang  miskin siapapun dia dan bagi  mereka
yang
menjelang maut di  setiap benua".
Pesawat meluncur di jalurnya dan kedua  Biarawati itu mulai berdoa, 
suara
mereka pelan sekali dan  terlihat komat  kamit.
Meskipun Jim menganggap  dirinya seorang Katolik biasa-biasa saja yang
pergi ke gereja  karena
kebiasaan saja, tahu-tahu ia sudah ikut serta hanyut  dalam doa rosario
itu.
Ketika mereka mendoakan doa  penutupannya, pesawat telah mencapai
ketinggian
untuk terbang.
Mother Theresa berpaling padanya, untuk pertama kali  dalam hidupnya,
Jim
mengerti arti apa yang orang-orang  maksudkan ketika mereka berbicara
tentang seseorang yang memiliki  aura.
Ketika ia menatapnya,  perasaan damai menaungi  dirinya, ia tak dapat
melihatnya tapi ia benar-benar  merasakannya, seperti kalau ia
merasakan
semilir / tiupan angin hangat di musim panas.
Mother  Theresa bertanya," Orang muda, apakah kau sering berdoa
rosario? ".
" Tidak ?l... , Tidak?l... ", Jim mengaku.
Kemudian ia memegang tangan Jim, ketika matanya menatap dia, ia
tersenyum,
" Baiklah, sekarang kau akan berdoa rosario ".
Dan  ia menjatuhkan rosarionya ke dalam tangan Jim.
Sejam kemudian Jim memasuki Bandara Kansas City, dimana ia  dijemput
oleh
istrinya, Ruth. " Apa yang terjadi ?", ia bertanya ketika melihat
rosario
di tangan Jim.
Kemudian Jim menggambarkan pertemuannya.
Sambil bermobil dalam perjalanan pulang berkata: "Aku merasa seperti
telah
berjumpa  dengan
seorang saudari Allah".
Dua bulan  kemudian Jim dan Ruth berkunjung ke tempat Connie, teman
lama
mereka.
Connie menyampaikan >bahwa ia menderita  kanker rahim.
"Dokter berkata bahwa ini adalah kasus  yang berat", kata Connie,
"Tapi aku akan melawannya dan aku  tak akan putus asa !". Jim
mengatupkan
tangan Connie. Lalu  sesaat kemudian mengambil dari sakunya, ia
menggantungkan  rosario itu di sekeliling jari  jemari Connie.
Ia menceritakan pengalamannya dan berkata; "Peganglah Connie, semoga 
ini
menolongmu ! ".
Meskipun Connie bukan orang  Katolik, tangannya mengatup dengan penuh
kemauan di  sekeliling butir-butir manik plastik.
"Terima kasih ", ia  berbisik, "Aku harap dapat mengembalikannya".
Setahun  lebih berlalu sebelum Jim berjumpa dengan Connie lagi.
Kali ini mukanya bercahaya, ia cepat-cepat mendekati dan mengembalikan
rosario itu.
" Aku membawanya selama satu tahun",  katanya, "aku sudah dioperasi dan
sudah di-chemotherapi.  Bulan yang lalu para dokter melakukan operasi
untuk
melihat  hasilnya dan tumornya sudah hilang sama
sekali ! ".
Matanya bertemu dengan mata Jim.
" Aku tahu inilah waktunya aku mengembalikan rosario ini".
Pada musim  gugur 1987 saudara perempuan Ruth, Liz, jatuh dalam depresi
berat setelah perceraiannya.
Ia meminta pada Jim apa ia  boleh meminjam rosario itu, dan ketika ia
mengirimkannya,  ia menggantungkan di kepala tempat tidurnya dalam
sebuah
beludru  kecil.
" Pada waktu malam aku berpegangan padanya secara  lahiriah bergantung.
Aku begitu sepi dan takut ", ia  berkata.?
"Tapi kalau memegang rosario itu, aku merasa  memegang sebuah tangan
yang
mencintai".
Perlahan-lahan Liz mulai menata hidupnya kembali, dan ia mengembalikan
rosario itu  lewat pos.
Ia menuliskan, " Seseorang mungkin membutuhkannya ".
Di suatu malam tahun 1988, seorang  asing menelpo Ruth.
Ia telah mendengar tentang rosario itu  dari tetangganya dan memohon
apa ia
boleh meminjamnya untuk  dibawa ke rumah sakit dimana ibunya sedang
koma.
Para keluarga mengharapkan supaya rosario itu membantu ibu mereka 
untuk
meninggal dengan tenang.
Beberapa hari kemudian  ia mengembalikan rosario itu sambil bercerita;
"para juru  rawat mengatakan padanya bahwa seseorang dalam koma masih
dapat
mendengar " ,dan saat itu di rumah sakit di samping si ibu yang  koma
ia
berkata, " aku mempunyai rosario dari Mother Theresa dan kalau aku
memakaikannya padamu, kamu boleh pergi  ".
Lalu ia meletakkan rosario itu di tangan si ibu.
Seketika mereka melihat wajahnya berubah tenang !,? Garis  garis
kerutan
perlahan menjadi licin, sehingga ia terlihat  begitu damai dan begitu
muda.

Lalu wanita itu berkata lagi:  " Beberapa menit kemudian ibu saya telah
tiada ".
Dengan  tulus ia menggenggam tangan Ruth dan berkata: " Terima kasih".
Apakah ada kekuatan khusus pada butir manik-manik yang  sederhana itu?
Atau kekuatan dari jiwa manusia secara  sederhana dibaharui dalam
setiap
orang yang meminjam  rosario itu?
Jim hanya tahu bahwa permintaan-permintaan  terus berdatangan untuk
meminjam, sering tak
terduga.
Ia selalu menjawab, meskipun ketika itu ia sedang meminjamkan  rosario
itu
ia berkata: "Kalau kamu sudah selesai dan tidak membutuhkannya
kembalikanlah.
Seseorang mungkin akan membutuhkannya".
Kehidupan Jim sendiri juga berubah,  sejak pertemuannya yang tak 
terduga
di pesawat. Ketika ia  menyadari bahwa Mother Theresa membawa semua
miliknya hanya dalam sebuah tas kecil yang
sederhana, ia  mengusahakan untuk menyederhanakan hidupnya  sendiri.
" Aku mencoba untuk mengingat apa yang sebenarnya penting, bukan uang
atau
gelar atau milik, tetapi cara kita  mencintai sesama tanpa memandang
asal
atau kepercayaannya  ", komentarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar